BIDANG PEMBANGUNAN POLITIK & KONDISI UMUM
Pada saat ditinggalkan oleh Pemerintahan Orde Baru sejak Mei 1998, persoalan demokratisasi adalah isu utama kehidupan politik nasional. Sistem politik Orba yang kurang mentolerir perbedaan politik dengan pemerintah, telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan, yang berkembang menjadi bibit-bibit disintegrasi. Kurang tepatnya pengelolaan konflik sosial politik dan tidak meratanya alokasi sumber-sumber daya
pembangunan ke wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan, menjadi cikal bakal rasa ketidakadilan dan perasaan diabaikan bagi daerah- daerah yang relatif terpencil di luar Jawa. Selain itu, berbagai penyelewengan dan melemahnya nilai-nilai moral yang seolah-olah berkembang dalam sistem dan aparatur pemerintah, telah menjadi bibit
bagi munculnya ketidakadilan dan kemiskinan struktural dalam kehidupan mayoritas rakyat. Lebih jauh lagi, muncul trauma mendalam terhadap metode-metode penyelesaian konflik dalam masyarakat, yang lebih banyak mengutamakan bentuk-bentuk represi. Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di masa Orba, dinilai oleh banyak pihak telah terlalu mengutamakan upaya mobilisasi rakyat melalui intimidasi yang meluas demi memenangkan peserta Pemilu tertentu. Kondisi seperti ini jelas memerlukan sistem
politik yang kuat dan kepempinan yang bersih, agar mampu memberikan arah dan esensi sesungguhnya dari reformasi dan demokratisasi Indonesia.Perubahan struktur politik Indonesia dalam proses demokratisasi di Indonesia dewasa ini dapat digolongkan dalam beberapa kelompok utama. Pertama, tuntasnya amandemen (I, II, II, dan IV) UUD 1945 yang secara mendasar telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, terciptanya format politik baru dengan disahkannya perundangan-undangan baru bidang politik, pemilu, dan susunan kedudukan MPR dan DPR, yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 1999. Ketiga, terciptanya format hubungan pusat-daerah yang baru berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru. Keempat, terciptanya konsensus mengenai format baru hubungan sipil-militer dan TNI dengan Polri berdasarkan ketetapan-ketatapan MPR dan perundangan-undangan baru bidang pertahanan dan keamanan. Kelima, disepakatinya pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung di dalam konstitusi dan akan dituangkan dalam bentuk perundang-undangan. Keenam, kesepakatan mengenai akan diakhirinya pengangkatan TNI/Polri dan Utusan Golongan di dalam komposisi parlemen hasil Pemilu 2004 mendatang
Menegaskan keberadaan di dalam masyarakat, bahkan dengan tidak ragu- ragu menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya. Amat sering terjadi kekerasan dilakukan terhadap kelompok lain yang tidak sepaham, dengan menggunakan agama sebagai perisai. Pada saat proses politik yang demokratis dan praktek hukum yang
Berkeadilan justru sangat diperlukan pada saat seperti sekarang ini, ternyata secara bersamaan terjadi pula penipisan kepercayaan masyarakat luas terhadap lembaga politik dan hukum. Perasaan diperlakukan tidak adil dan sikap-sikap sinis dan pesimisme yang meluas, memunculkan berbagai ungkapan kejengkelan dan ejekan terhadap dunia peradilan, antara berupa tuduhan “mafia peradilan” kepada dunia kehakiman, kejaksanaan dan kepolisian sebagai tritunggal penegak hukum Indonesia. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang pada masa lalu kurang diakui peranannya, dewasa ini mulai menunjukkan peran yang baik dalam memberdayakan sektor masyarakat menuju ke arah terbentuknya masyarakat modern (civil society) yang tangguh. Dalam hubungannya dengan masyarakat, pemerintah saat ini sedang mensosialisasikan perannya sebagai regulator dan fasilitator. Pemerintah (negara) sedanga berada dalam proses transformasi dalam membentuk perannya sebagai “penengah” yang adil dalam mengupayakan penyelesaian berbagai konflik kepentingan dalam masyarakat yang majemuk ini.
ARAH KEBIJAKAN P EMBANGUNAN POLITIK
Arah pembangunan politik diwujudkan melalui penyempurnaan struktur politik; penataan peran negara dan masyarakat; pengembangan budaya politik; perbaikan proses politik; peningkatan peran hubungan luar negeri; serta peningkatan peran komunikasi dan informasi.Struktur politik disempurnakan dengan: (a) Meningkatkan independensi,kapasitas, dan integritas Mahkamah Konstitusi dalam mengkaji dan menguji perundang-undangan (judicial review) terhadap konstitusi; (b) Mendorong perumusan yang lebih tuntas dan dapat diterima semua pihak mengenai hubungan antara kelembagaan politik dengan kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara; (c) Meningkatkan kapasitas dan efektivitas lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi dan peraturan perundangan; (d) Mendorong dan memfasilitasi upaya- upaya politik untuk lebih memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, serta mencegah disintegrasi wilayah dan perpecahan bangsa; (e) Mendukung percepatan bagi dibentuknya pelembagaan proses rekonsiliasi dan mendorong penyelesaian rekonsiliasi nasional secara adil; (f) Mendorong pelembagaan lebih lanjut dari berbagai aspek yang menjadi dasar berlangsungnya proses politik demokratis. Peran negara dan masyarakat ditata dengan: (a) Mendorong secara politik upaya advokasi dan promosi pendidikan agar makin berorientasi pada peningkatan kemandirian dan kedewasaan politik masyarakat,
bersamaan dengan peningkatan keahlian dan profesionalisme; (b)Memberdayakan Ormas dan Ornop sebagai mitra pemerintah agar dapat lebih mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menyelesaikan permasalahannya sendiri; (c) Memperkuat dan memberdayakan kembali pranata-pranata kemasyarakatan, lembaga hukum dan lembaga politik, untuk meningkatkan kemandirian dalam mengelola berbagai potensi konflik sosial; (d) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Budaya politik dikembangkan dengan: (a) Mengembangkan kesadaran budaya melalui berbagai wacana dan media terhadap pentingnya penanaman nilai-nilai politik demokratis: penghormatan atas HAM, nilai- nilai persamaan (egalitarianism), anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi politik; (b)
Memfasilitasi dan mendorong upaya-upaya pengembangan wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa Proses politik diperbaiki dengan: (a) Mendorong terciptanya proses dan mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para calon pemimpin nasional; (b) Mendorong terciptanya mekanisme rekrutmen pejabat politik dan publik yang lebih transparan; (c) Memperkuat komitmen politik untuk menjamin kebebasan media massa, berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing. Peranan hubungan luar negeri ditingkatkan dengan: (a) Meningkatkan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia serta keadilan dalam tata hubungan internasional; (b) Meningkatan kualitas diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional; (c) Membangun kembali solidaritas ASEAN di bidang politik, kebudayaan, dan keamanan menuju terbentuknya Uni ASEAN; (d) Mendorong dan memelihara perdamaian dunia melalui upaya peningkatan saling pengertian politik dan budaya, baik antar negara maupun antar masyarakat di dunia. Peranan komunikasi dan informasi dalam politik ditingkatkan dengan: (a) Mendorong terwujudnya kebebasan pers yang lebih mapan dan terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk berpendapat dan mengontrol jalannya penyelenggaraan negara secara cerdas dan demokratis; (b) Mendorong terwujudnya pemerataan informasi yang lebih besar dengan mendorong dan melindungi munculnya media-media massa daerah yang independen; (c) Mendorong terwujudnya pemerataan informasi yang lebih besar dalam bidang penyiaran (broadcasting) sehingga lebih dapat menjamin pemerataan informasi secara nasional dan mencegah monopoli informasi; (d) Mendukung pengembangan jaringan informasi yang lebih bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil keputusan politik, untuk menciptakan kebijakan yang lebih mudah dipahami masyarakat luas.
PROGRAM POKOK PEMBANGUNAN POLITIK DALAM MASYARAKAT
Program-program pembangunan dikelompokkan ke dalam tiga program besar yakni, yaitu pembangunan politik dalam negeri, hubungan luar negeri, serta komunikasi dan informasi.
1. Politik Dalam Negeri
Program pembangunan politik dalam negeri diwujudkan melalui program-program penyempurnaan struktur politik, penataan peran negara dan masyarakat, pengembangan budaya politik, serta perbaikan proses politik. Penyempurnaan struktur politik dilakukan dengan: (a) Mendorong peningkatan independensi, kapasitas dan integritas lembaga Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial sebagai bagian dari upaya memperkuat wibawa dan kepastian konstitusional dalam proses penyelenggaraan negara; Sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh konstitusi, baik Mahkamah Konstitusi maupun Komisi Yudisial menempati posisi sangat penting untuk memelihara check and balances antara lembaga-lembaga penyelenggara negara; (b) Mendorong secara politik perumusan yang lebih menyeluruh terhadap semua peraturan perundangan yang berkaitan dengan pertahanan keamanan negara; Perumusan yang tegas dan jelas atas tugas-tugas pertahanan dan keamanan akan sangat membantu upaya meningkatkan profesionalisme TNI/Polri dan menjaga netralitas politik kedua lembaga tersebut; (c) Mendorong dan mendukung penyempurnaan semua aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan checks and balances di antara lembaga-lembaga penyelenggara negara, dengan tekanan cukup besar diharapkan pada penguatan posisi DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan efektivitas politik lembaga kepresidenan; Posisi DPD masih belum cukup mampu mengimbangi kedudukan DPR, sehingga dianggap perlu untuk memberikan kekuasaan yang lebih besar, sejalan dengan otonomi daerah. Di lain pihak, presiden sebagai lembaga eksekutif, dianggap belum memiliki wewenang yang efektif dalam melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya; (d) Mendorong perumusan politik yang lebih jelas terhadap pembagian wewenang dan tanggung jawab politik yang lebih adil antara Pusat-
Daerah dalam proses desentralisasi; Berbagai peraturan perundangan yang ada dewasa dapat dianggap belum mampu merumuskan secara komprehensif mengenai otonomi daerah, serta belum mampu mengatur dan mengakomodasikan secara jelas berbagai kepentingan yang saling bertentangan antara pusat dengan daerah, serta antara daerah satu dengan daerah lainnya; (e) Mendorong dan mengawasi perumusan aspek-aspek politik bagi upaya pelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai prasyarat terciptanya budaya politik yang egaliter, toleran dan damai; Upaya-upaya rekonsiliasi yang terlembaga bukanlah dimaksudkan untuk menggantikan lembaga pengadilan, melainkan lebih difokuskan pada penyelesaian konflik-konflik di masa lalu secara politik;(f) Memfasilitasi dan mendorong upaya politik bagi dilakukannya judicial review atas peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemilu dan partai politik, berkenaan dengan rumusan-rumusan yang dianggap kontroversial bagi upaya proses demokratisasi; Peraturan perundangan mengenai Pemilu dan Parpol harus diupayakan untuk lebih netral dan bersih dari segala bentuk vested interest yang bersifat sementara,
serta diharapkan mampu mengakomodasikan asas-asas demokrasi yang umum secara adil dan bertanggung jawab. Penataan peran negara dan masyarakat dilakukan dengan: (a) Mendorong upaya-upaya politik untuk mempermudah persyaratan bagi kemungkinan studi lanjutan di semua tingkat dan jenis pendidikan, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi masyarakat luas, sebagai bagian upaya memperkuat kelas menengah terdidik dalam masyarakat; Pendidikan adalah salah satu jalur terpenting dalam rangka memperkuat civil society yang bercirikan kecerdasan, kesadaran dan inisiatif politik tinggi; (b) Mendorong secara politik upaya terwujudnya keleluasaan yang lebih besar bagi Ornop dan Ormas dalam mendapatkan sumber daya operasional masing-masing sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; Pemerintah mempunyai kepentingan terhadap Ornop dan Ormas yang kuat dan mandiri, sebagai mitra dalam proses pemberdayaan masyarakat; (c) Memelihara dan memperkuat pranata-pranata adat dan lembaga sosial budaya tradisional di daerah-daerah agar tetap mandiri dari pengaruh negara dan dipercaya masyarakat; Pranata-pranata kemasyarakatan tradisional merupakan aset bangsa yang perlu dipelihara, karena di dalamnya tertanam nilai-nilai luhur masyarakat bersangkutan, dalam memelihara harmoni dan keseimbangan sosial budaya; (d)Memfasilisitasi upaya pemberdayaan organisasi-organisasi profesi guna ikut serta memberikan masukan dan melaksanakan pengawasan secara kritis terhadap proses pengambilan keputusan publik di bidangnya masing-masing; Proses pengambilan keputusan politik diharapkan melibatkan sebanyak mungkin kalangan profesional, guna menghasilkan produk kebijakan yang mengakomodasikan kepentingan masyarakat luas. Pengembangan budaya politik dilakukan dengan: (a) Memfasilitasi dan mendorong upaya politik bagi penyempurnaan kurikulum sekolah- sekolah negeri dengan muatan budaya (cultural matters) berintikan nilai– nilai budaya (cultural values) Demokrasi, HAM dan Etika Politik; Penyempurnaan pendidikan mencakup metode pendidikan maupun substansi pendidikan dengan sasaran utama membentuk sejak dini kepribadian dan sikap manusia Indonesia yang toleran, memahami nilai- nilai etika politik dan persamaan (egalitarianism) yang diperlukan oleh sebuah civil society; (b) Memfasilitasi dan mendorong munculnya fora dan wacana-wacana sosial politik yang dapat memperdalam pemahaman mengenai pentingnya persatuan bangsa, mengikis sikap diskriminatif, dan menghormati perbedaan-perbedaan dalam masyarakat; Media massa cetak dan penyiaran sebagai alat komunikasi dan informasi umum dapat diikutsertakan dalam upaya mempromosikan nilai-nilai persatuan dan persamaan secara sosial.
Perbaikan proses politik dilakukan dengan: (a) Mendorong diselenggarakannya perdebatan terbuka bagi calon pemimpin nasional; Pola-pola perdebatan antara calon presiden yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara demokrasi maju dapat dijadikan acuan, untuk menguji integritas dan visi kepemimpinan dari para calon; (b) Mendorong peningkatan kualitas uji kelayakan bagi rekrutmen pejabat politik dan publik; Metode uji kelayakan yang sudah berjalan selama ini di DPR, perlu diperluas jangkauannya ke berbagai tingkat dan diperbaiki kualitasnya, serta dengan keterbukaan yang lebih besar terhadap penilaian masyarakat umum; (c) Mendorong terbukanya berbagai wacana dan forum untuk mengembangkan proses komunikasi politik yang lebih sehat, bebas dan efektif; Wacana komunikasi yang sehat sangat berhubungan erat dengan terbukanya arus informasi media massa serta keterbukaan sumber-sumber informasi lainnya.
2. Hubungan Luar Negeri
Program pembangunan hubungan negeri diwujudkan melalui program- program pemantapan politik luar negeri, peningkatan kerjasama internasional, serta penegasan komitmen perdamaian. Pemantapan politik luar negeri dilakukan dengan: (a) Mendorong
upaya pemberian respons yang lebih tegas, visioner dan berkualitas berkaitan dengan isu-isu internasional strategis dalam setiap periode tertentu; Sebagai negara demokrasi yang besar, respons yang tegas dan konsisten diharapkan dapat mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat internasional, terutama dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; (b) Meratifikasikan berbagai konvensi internasional yang sejalan dengan kepentingan nasional dalam membangun demokrasi, keamanan nasional dan penerapan nilai-nila.
HAM; Konsistensi dalam menjalankan proses demokratisasi dapat meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Peningkatan kerjasama internasional dilakukan dengan: (a) Mendorong upaya politik bagi peningkatan kesepahaman dan koordinasi yang lebih terarah antara lembaga-lembaga Deplu, Dephankam, Polkam, TNI/Polri dan intelijen untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga mitra dari negara-negara tetangga bagi meningkatkan saling pengertian dalam upaya menjaga keamanan kawasan, integritas wilayah dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional; Berbagai upaya subversi dan tindakan kriminal lintas batas yang semakin meningkat kualitasnya, diharapkan dapat ditanggapi dengan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antar negara-negara yang bertetangga, seperti pertukaran data dan nformasi intelijen; (b) Mendorong pembentukan ASEAN Economic Community selama Indonesia menjadi chairman ASEAN Standing Committee, sebagai basis bagi terbentuknya ASEAN Security Community dalam jangka panjang; Kesepakatan ASEAN Concord II pada KTT ASEAN 2003 di Bali perlu dilaksanakan secara konsisten dan terpadu, sekaligus menegaskan kembali kepeloporan Indonesia, sebagai salah satu pendiri ASEAN. Penegasan komitmen perdamaian dilakukan dengan: (a) Mendorong evaluasi aspek aspek politik untuk memperkuat konsep dasar keberadaan lembaga mediator yang independen sebagai salah satu model bagi penyelesaian berbagai konflik secara damai di masa mendatang.
PEMBANGUNAN POLITIK DAN ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA
Partai politik yang korup, dewan perwakilan yang tidak merepresentasikan rakyat, lemahnya fungsi partai politik, gengsi interpelasi, hubungan luar negri yang tidak harmonis, tuntutan akan calon independent, angka Golput yang tinggi mewarnai carut-marutnya kehidupan politik Indonesia saat ini. Apakah ini sebuah kegagalan politik Indonesia? Atau apakah ini akibat dari terlalu dininya Indonesia untuk memilih pemerintahan yang demokrasi? Sepertinya tidak. Disela-sela kehidupan politik yang tidak sehat, ancaman disintegrasi bangsa mengancam Indonesia. Bendera Republik Maluku Selatan (RMS) muncul kembali bahkan hendak dibentangkan di hadapan orang nomor satu di Indonesia dalam peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas). Tidak berselang lama, bendera Papua Merdeka atau yang sering dikenal sebagai OPM berhasil dikibarkan diatas Penjara Abepura papua, untuk memperingati lahirnya gerakan OPM yang sering diperingati mereka pada tanggal 1 juli. Bahkan ada acara resmi pembukaan musyawarah adat papua yang dengan membentangkan bendera bintang kejora. tindakan makar dan demonstrasi mahasiswa papua yang ada di Jakarta menuntut referendum beberapa hari lalu. Seakan gerakan separatisme ini tidak pernah mati dan memanfaatkan carut-marutnya situasi politik di Indonesia.Dalam pengalaman praktik pembangunan selama hampir 40 tahun intergrasi, masyarakat dan wilayah Provinsi Papua telah diabaikan keinginan, aspirasi, kepentingan, dan kebutuhannya. Mengapa masih sering terjadi penindasan dan pelanggaran HAM berat, ketidakadilan sosial dan ekonomi di Papua? Mengapa bisa terjadi eksploitasi sebagian besar sumber daya alam rakyat Papua yang hanya dinikmati oleh segelintir elite politik dan ekonomi?Secara umum orang selalu menjawab bahwa ini adalah kesalahan pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/Polri, perusahaan nasional, maupun perusahaan multinasional di masa Orde Baru. Jawaban itu tidak salah, tapi apakah ini membawa kita pada suatu jalan keluar. Mengapa kita membiarkan eksploitasi terhadap sumber daya alam rakyat Papua itu terjadi? Inilah masalahnya.
Sebenarnya secara rasional-objektif kita harus bertanya mengapa suatu penindasan itu dapat berlangsung lama dan gampang dilakukan oleh penguasa dan aparatnya. Karena masyarakat Papua sebagai kaum yang tertindas membuka peluang terhadap terjadinya penindasan itu. Menurut pendapat saya, ini karena lemahnya “kekuatan kolektif” rakyat Papua untuk mempertahankan hak-haknya sebagai warga negara dan memperjuangkan aspirasinya sendiri-sendiri. Rakyat Papua pun tidak bersatu. Rakyat Papua belum mengintegrasikan dirinya ke dalam pertarungan politik modern. Jika masyarakat Papua telah memiliki kekuatan untuk itu maka pelanggaran itu tidak dengan mudah terjadi. Suatu rezim yang paling otoriter sekalipun akan berpikir seribu kali untuk menindas rakyat yang sudah sadar politik dan bersatu. Pilihan otonomi khusus dalam negara kesatuan RI merupakan salah satu solusi penyelesaian masalah Papua. Tapi, otonomi khusus bukan pula “jaminan” otomatis bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, kalau tidak ada “keikhlasan” dari Jakarta serta tidak ditangani dengan baik oleh elite birokrasi dan pemerintahan di daerah, baik secara ekonomi, politik, budaya, maupun hukum. Begitu pula dengan pilihan Negara Papua Merdeka (NPM). Tidak satu pun yang mampu menjamin terselenggaranya “kedaulatan rakyat”, kesejahteraan sosial-ekonomi, transformasi budaya yang otonom dan kreaktif ataupun kepastian hukum dan keadilan bagi mayoritas rakyat Papua.Apa pun pilihannya, entah otonomi khusus maupun merdeka yang tetap dan paling diperlukan dalam salah satu pilihan sistem politik itu adalah bagaimana memberdayakan masyarakat adat. Pemberdayaan masyarakat adat berarti pula pemberdayaan rakyat Papua secara keseluruhan. Jika masyarakat adat telah terbangun dan telah diberdayakan maka apa pun pilihan sistem politik, “otsus” atau “M” tidak menjadi persoalan. Rakyat otomatis pula akan mampu secara otonom menjaga dan mempertahankan hak-haknya sebagai warga negara.Pokok kunci masa depan Papua adalah bagaimana rakyat Papua secara bersama-sama berdaya upaya melindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Bertahan menghadapi kelompok yang lebih kuat secara ekonomi, politik, dan ideologis, termasuk upaya mempertahankan pandangan hidup berupa ekspresi budaya dan nilai-nilainya.Solidaritas Papua perlu dibangun dalam tataran dan kerangka baru lewat transformasi struktur sosial-tradisional ke dalam paradigma baru yang melampaui batas sempit kekerabatan dan kesukuan menuju identitas dan kepentingan bersama Papua. Kepentingan bersama Papua menumbuhkan kekuatan kolektif masyarakat adat adalah infrastruktur “kebangkitan” Papua masa depan.
Format itu haruslah dibangun dari potensi-potensi ideologis dalam sistem sosial dan budaya yang dimiliki agar ikatan-ikatan bersama menjadi lebih kuat. Format itu harus dibangun dari potensi ideologis dalam sistem sosial sendiri. Para pemimpin mesti mampu mengidentifikasi dan mencoba memberdayakannya menjadi konsep-konsep yang dijabarkan untuk membaca realitas baru dengan perspektif adat dan didekonstruksikan serta ditransformasikan menjadi lebih rasional dan compatible dengan isu-isu nasional dan global. Dengan demikian visi kolektif di tingkat lokal nasional serta global dapat dibangun. Ada ruang bagi terjadinya dialektika. Terjadinya dialektika dapat membangun pandangan dunia yang lebih rasional. Masyarakat Papua dalam sistem sosialnya sebenarnya sejak lama telah terbiasa dengan “forum terbuka” yang menempatkan semua individu setara dan memiliki hak berpendapat yang sama. Di kalangan suku pegunungan maupun penduduk pantai utara di kawasan Teluk Cenderawasih serta wilayah kepala burung (Sorong), misalnya, diskusi dan perdebatan seringkali bisa memakan waktu berhari-hari guna mencapai konsensus sejati. Tradisi demokratis semacam ini seharusnya diperkuat dan diperbarui sebagai sarana bagi orang Papua untuk konsolidasi.
Lalu, pelembagaan kelompok-kelompok masyarakat adat. Tokoh atau pemimpin informal tradisional, intelektual lokal, guru, pendeta, pastor, dan lapisan terdidik lainnya, mesti mendirikan suatu lembaga yang berbasis pada struktur “komunitas lokal”, sehingga memungkinkan kedua lapisan itu bekerja sama, tanpa mengabaikan atau menghapuskan struktur sosial tradisional yang sudah ada. Perlu dibentuk lembaga-lembaga baru yang mampu memberi ruang bagi operasionalisasi program-program pemberdayaan masyarakat adat dalam konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan gender. Lembaga ini akan membantu basis komunitasnya membaca dan mengambil sikap terhadap permasalahan modernisasi yang dihadapinya. Lembaga-lembaga adat seperti Lembaga Masyarakat Adat Ammungme (Lemasa), Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko), Yayasan Hak Asasi Manusia dan Anti Kekerasan (YaHamak) di Timika misalnya, dapat dijadikan contoh. Lembaga-lembaga seperti itu perlu diadakan. Alasannya, pertama, agar terjadi konsolidasi bersama di antara elemen-elemen masyarakat Papua. Kedua, terbangunnnya platform bersama yang mengakumulasi dan mengakomodasikan kepentingan, aspirasi, eksistensi, dan otonomi masyarakat adat. Dengan platform yang sama akan mudah bagi rakyat Papua untuk melakukan tawar-menawar dengan kepentingan yang datang dan berasal dari luar Papua, baik kepentingan ekonomi dan politik.
Ketiga, dibutuhkan jaringan solidaritas sesama masyarakat adat. Komunikasi dan pertemuan maupun tukar-menukar informasi tentang masalah dan pengalaman bersama yang dibutuhkan. Paling tidak di PapuaDari ketiga faktor itu akan terbentuk kekuatan kapital sosial (social capital) seperti tesis Fukuyama (2001) untuk membantu masyarakat adat memahami konteks politik dan ekonomi yang lebih luas atas masalah-masalah yang dihadapinya. Setelah terbentuk kekuatan kapital-sosial maka kampanye dalam rangka pembentukan opini publik. Opini publik yang berpihak pada perjuangan masyarakat adat serta menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah dan perilaku kelompok kepentingan lainnya merupakan kekuatan penekan yang berpengaruh pada perilaku kekuasaan.
Pengembangan kemampuan masyarakat Papua untuk mengorganisasi dirinya dalam konteks perubahan sosial dan politik yang dihadapinya adalah langkah awal. Tujuannya, antara lain, terbangunnya jaringan masyarakat adat se-Papua yang kuat dan bersatu. Rakyat Papua yang sadar dan bangga dengan identitas sosialnya, kritis terhadap hak-hak politik dan ekonominya serta mengenali potensi kekuatan kolektif masyarakatnya merupakan “saham” menghadapi perubahan. Demokratisasi, penegakan hukum, keadilan, dan kesejahteraan sosial-ekonomi, dan otonomi budaya Papua merupakan sejumlah kondisi ideal yang tak bisa diperoleh dengan mengharapkan “niat baik” dan “belas kasihan” dari pemerintah, perusahaan nasional, atau perusahaan multinasional. Cita cita ideal itu tak bisa diraih dengan dasar pandangan “mitos cargo”. Cita-cita itu harus diperjuangkan dengan mendesak pemerintah maupun pihak manapun untuk memperhatikan apa saja yang menjadi “aspirasi” dan tuntutan masyarakat Papua.
Haruslah dicatat dan diingat, tak satu pun pemerintah atau penguasa di muka bumi ini yang mau begitu saja “membagi kekuasaan” dan keuntungan secara sukarela. Ingat doktrin politik power tends to corrupt (kekuasaan cenderung korup) dan doktrin ekonomi kapitalis “kapitalisme akan memakan siapa pun agar modal dan keuntungan dapat diakumulasi”. Oleh sebab itu rakyat Papua harus diberdayakan sehingga mereka mampu melakukan kontrol yang ketat dan memperkuat posisi tawarnya. Permulaan demokrasi (Democratic Openings) seringkali didahului dengan perpecahan di belakang pemerintahan antara garis keras dan garis lunak (O’Donnel & Schmitter). Indonesia sepertinya mulai membangun sistem demokrasi yang baik, terbukti dengan semakin besarnya konflik politik yang terjadi di masyarakat. Inilah indikator mulai majunya sistem demokrasi dan bukan sebagai political decay semata. Demokratisasi merupakan unsur pembangunan politik sebagai upaya pembinaan demokrasi dan perlu peningkatan partisipasi untuk mencapainya.
Demokratisasi harusnya diikuti dengan perluasan ruang kepada masyarakat untuk mengartikulasikan kepentingannya kepada pemerintah (meskipun bukan berarti sebebas-bebasnya; karena tetap dalam koridor hukum). Dengan begitu social contract antara pemerintah dengan masyarakat benar-benar terrepresentasikan. Salah satu definisi pembangunan politik adalah sebagai prasayarat politik bagi pembangunan ekonomi. Ini hanyalah salah satu indikasi mengapa muncul gerakan separatis bangsa di indonesia. Ketimpangan pembangunan dan otonomi daerah yang terlalu dini dianggap sebagai penyebabnya (meskipun bukan berarti setuju dengan otoritarian). Daerah yang kaya akan SDA belum diiringi secara penuh dengan SDMnya, sehingga terkesan pembangunan hanya pada daerah-daerah tertentu saja.
Semakin kaya suatu bangsa, maka semakin besar peluang bangsa tersebut untuk mengembangkan demokrasi (M. Lipset). Meskipun begitu, akan terjadi sebaliknya jika dengan kekayaan yang banyak tetapi pembangunan tidak ada. Tantangan pemerataan pembangunan kiranya perlu mendapatkan prioritas dalam pembangunan kedepan. Pembangunan ekonomi yakni meningkatnya tingkat sosial ekonomi suatu bangsa akan semakin mungkin bagi warga negaranya tersebut untuk menjadi demokratis (Robert Dahl). Peningkatan Partisipasi politik warga negara merupakan indikator majunya sistem demokrasi dan menguatnya legitimasi masyarakat terhadapa pemerintahan. Untuk menghadapi konflik politik maka perlu diperluas ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, kepentingan dan nilai-nilai masyarakat dalam kehidupan politik. Hal ini dilakukan guna menghindari adanya tuntutan-tuntutan yang lebih besar (misalkan permintaan referendum). Mengingat demand dari demokrasi perwakilan adalah kepentingan masyarakat, maka selayaknya hukum permintaan dan penawaran pemerintah harus menjalankan pemerintahan sesuai demand yang ada. Hal itu hanya terwujud dengan partisipasi politik masyarakat, karena dengan begitu pemerintahan akan memiliki legitimasi dan integritas nasional yang kuat. Sesuai dengan pandangan Cliffort Geertz bahwa Partisipasi memiliki peranan penting dalam pembinaan bangsa, karena partisipasi merupakan sarana untuk menciptakan kesetiaan baru dan perasaan identitas nasional. Indonesia memang sedang melaksanakan pembangunan politiknya, ini terlihat dengan situasi politik yang carut-marut dan ini adalah proses menuju kepada perubahan yang lebih stabil, ini tentunya sesuai dengan teori konflik. Untuk itu perlu perluasan ruang bagi partisipasi masyarakat, selain itu sebagai upaya integritas nasional maka pembangunan dan kebijakan otonomi daerah perlu ditinjau ulang. Perlu peninjauan ulang terhadap daerah-daerah yang tertinggal dengan memperhatikan kekhususan dan kekhasan daerah. Misalkan saja dalam pelimpahan dan penyerahan kewenangan antara pusat dan pemerintah daerah. Hal ini terbukti dengan survei yang menyatakan bahwa 80% pelaksanaan otonomi daerah belum membawa kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
By : Yosin Kogoya
Mahasiswa Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Cenderawasih
Jayapura – Papua